Jumat, 15 April 2011

Nabi Muhammad SAW

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi'ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).

Rasullulah Mendapat Gelar

Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka'bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintai beliau, hingga akhirnya beliau memperoleh gelar Al-Amin yang artinya Orang yang dapat Dipercaya.

Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti Yang Benar.

Kerasulan

Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira' sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5)

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang istri.

Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.

Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi "mereka yang menyerahkan diri kepada Allah", yaitu penganut agama Islam.

Etimologi

Nama "Muhammad" dalam sebuah kaligrafi Arab karya Hattat Aziz Efendi.[7]

"Muhammad" dalam bahasa Arab berarti "dia yang terpuji". Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh (رسول الله), dan menambahkan kalimat Sallallaahu Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya"; sering disingkat "S.A.W" atau "SAW") setelah namanya. Selain itu Al-Qur'an dalam Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".

Genealogi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Silsilah keluarga Muhammad

Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.[8] Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh.[9] Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah).

Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri,

fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat

dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan

kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak

demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama

jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki

keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam

bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah

basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman

tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.

Atas dasar sifat-sifat yang agung dan menyeluruh itu, Allah

Swt. menjadikan beliau sebagai teladan yang baik sekaligus

sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan)

"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi

yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari

kemudian." (QS Al-Ahzab [33]: 2l).

Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia,

karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat

dimiliki oleh manusia

Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang pakar Muslim

kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan

ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun

beribadah.

Sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. membuktikan bahwa beliau

menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut.

Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta

pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang

bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim akan kagum

berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui

kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat

memandangnya dengan kacamata iman dan agama.

Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad Saw.,

antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi

peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara

pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.

Di sini fungsi beliau sebagai syahid/syahid akan dijelaskan

agak mendalam.

Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu

menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad Saw.)

menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)

Kata syahid/syahid antara lain berarti "menyaksikan," baik

dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati

(pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada

posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh

kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam

ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi. Mereka berada di

antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi

saksi dalam arti patron/teladan dan skala kebenaran bagi

umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah Saw. yang juga

berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan

bagi umat Islam. Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata

tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. akan menjadi saksi

di hari kemudian terhadap umatnya dan umat-umat terdahulu,

seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa' (4):

41:

Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami

menghadirkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami

hadirkan pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka

(QS Al-Nisa, [4]: 41).

Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang

menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka

mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka

yang menurut Ibnu Sina disebut "orang yang arif," mampu

memandang rahasia Tuhan yang terbentang melalu qudrat-Nya.

Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah Muhammad Saw. yang

secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan "diutus untuk

menjadi syahid (saksi)."

Sifat Kepribadian Nabi Muhammad SAW.


A.SIFAT ANGGOTA BADAN NABI SAW.

Rasululloh saw. Adalah seorang yang diagungkan, mukanya bercahaya seperti bulan malam empat belas (bulan purnama), lebih tinggi dari yang sedang dan lebih pendek dari yang sangat tinggi, kepalanya besar, rambutnya tersisir, jika rambutnya dibelah, terbelahlah, (separo kekanan dan separoh kekiri), dan jika tidak, panjang rambutnya tidaklah melebihi daun telinganya. Cahaya air mukanya terang, dahinya luas, anak rambut dikeningnya tipis, sempurna, dan nyaris bersambung diantara keduanya. Orang yang memperhatikannya menyangka bahwa batang hidungnya tinggi, janggutnya tebal, pipinya tidak cekung, mulutnya luas, giginya terbelah-belah, rambut dadanya halus, lehernya seakan-akan berukir perak, jernih dan berkilau, badannya tegap dan berisi, perut dan dadanya rata, jarak kedua bahunya jauh, tulang kepalanya besar, seluruh badannya terang, antara dada dan pusatnya disambungkan oleh rambut yang panjang laksana garis yang lurus, kedua susunya dan perutnya tidak berambut, selain dari rambut yang lurus dari tenggorokan ke-pusatnya. Kedua hastanya banyak rambut, tulang hastanya, telapak kakinya luas, uratnya lurus, kedua telapak tangan dan kakinya tebal, panjang dan lebar ujungnya, lekuk kedua kakinya rata dan keduanya halus, keduanya cepat kering bila basah terkena air, jalannya tegap, condong dan lurus kemuka, beliau berjalan dengan lemah lembut dan cepat. Bila berjalan, seolah-olah menurun (karena cepat dan tegapnya), dan bila ia berpaling, berpalinglah seluruh badannya, beliau selalu menundukan pandangannya dan selaulu melihat kebawah, lebih lama dari melihat keatas, pandangan matanya tajam, beliau suka berjalan dibelakang sahabatnya, dan suka mendahulukan salam kepada orang yang menjumpainya.” (HR Tirmidzi dalam asy-Syamail dengan isnadnya dari Hundun bin Abi Halal r.a)

Rosulullah itu saw. itu putih bercampur merah, kepala beliau besar, air muka beliau sangat jernih, dan bulu pinggir mata beliau panjang.” (HR Baihaqi dengan isnad Ali r.a)


PRIBADI NABI SAW.

Kebersihan Badan Nabi saw.


1. Nabi menyukai harum-haruman
Belum pernah aku mencium minyak anbar dan kasturi yang lebih harum dari Rasulullah saw.” (HR Bukhori, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi dari Anas bin Malik ).


2. Keringat Nabi saw.
Tidaklah Nabi saw. berjalan melalui satu jalan saja, kemudian datang seorang mengikuti beliau. Orang mengetahui bahwa beliau sedang berjalan-jalan adalah dari bau keringat baliau.” (HR ad-Darimi dari Jabir r.a)


3. Nabi saw. Menyukai wangi-wangian.
Aku berikan kepada Nabi saw. wangi-wangian yang paling beliau sukai sehingga saya lihat minyak wangi mengkilap di kepala dan janggut beliau.” (HR Bukhori dari Aisiyah r.a)

4. Nabi saw. suka meminyaki tubuhnya.Rasulullah saw. pernah meminyaki tubuhnya dengan nurah. Setelah selesai, beliau bersabda “Hai kaum Muslimin, pakailah nurah karena nurah semacam minyak untuk meminyaki tubuh dan bersih, dan sesungguhnya dengan minyak itu Allah melenyapkan kotoran-kotoranmu dan bulu-bulumu.” (HR Ahmad dari Aisyah r.a)

5. Nabi saw. bercelak.Nabi saw, mempunyai alat celak yang beliau gunakan untuk bercelak tiga kali tiap malam, tiga kali waktu ini dan tiga kali waktu itu (tiga kali pada mata kanan dan tiga kali pada mata kiri).” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abas).

6. Nabi saw, suka mendandani rambut. “seorang laki-laki mengintai dari celah dinding rumah Nabi saw. sedang beliau menyisir dengan sisir.” (HR Bukhori dari Sahal bin Sahal bin Saad r.a)


7. Nabi saw.suka memelihara janggut

8. Nabi saw.suka membersihkan gigi

9. Nabi saw.suka membersihkan anggota badan yang lainnya.


Sikap Allah Swt. Terhadap Nabi Muhammad Saw.

Dari penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa

para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. telah diseru oleh Allah

dengan nama-nama mereka; Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa...,

dan sebagainya. Tetapi terhadap Nabi Muhammad Saw., Allah Swt.

sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti Ya

ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan

panggilan-panggilan mesra, seperti Ya ayyuhal muddatstsir,

atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut). Kalau

pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi

dengan gelar kehormatan. Perhatikan firman-Nya dalam surat

Ali-'Imran (3): 144, Al-Ahzab (33): 40, Al-Fat-h (48): 29, dan

Al-Shaff (61): 6.

Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa Al-Quran berpesan

kepada kaum mukmin.

"Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara

kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang

lain... (QS Al-Nur [24]: 63).

Sikap Allah kepada Rasul Saw. dapat juga dilihat dengan

membandingkan sikap-Nya terhadap Musa a.s.

Nabi Musa a.s. bermohon agar Allah menganugerahkan kepadanya

kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala

persoalannya.

"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku

urusanku (QS Thaha [20]: 25-26).

Sedangkan Nabi Muhammad Saw. memperoleh anugerah kelapangan

dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah

dalam surat Alam Nasyrah, Bukankah Kami telah melapangkan

dadamu? (QS Alam Nasyrah [94]: 1).

Dapat diambil kesimpulan bahwa yang diberi tanpa bermohon

tentunya lebih dicintai daripada yang bermohon, baik

permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.

Permohonan Nabi Musa a.s. adalah agar urusannya dipermudah,

sedangkan Nabi Muhammad Saw. bukan sekadar urusan yang

dimudahkan Tuhan, melainkan beliau sendiri yang dianugerahi

kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi

-dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu menyelesaikannya.

Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad

dalam surat Al-A'la (87): 8:

"Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."

Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena satu

dan lain sebab-tidak mampu menghadapinya. Tetapi jika yang

bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan

tetap akan terselesaikan.

Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja.

Juga dengan keistimewaan kedua, yaitu "jalan yang beliau

tempuh selalu dimudahkan Tuhan" sebagaimana tersurat dalam

firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."

(QS Al-A'la [87]: 8).

Dari sini jelas bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad

Saw. melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa a.s., karena

beliau tanpa bermohon pun memperoleh kemudahan berganda,

sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh anugerah "kemudahan

urusan" setelah mengajukan permohonannya.

Itu bukan berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. dimanjakan oleh

Allah, sehingga beliau tidak akan ditegur apabila melakukan

sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.

Dari Al-Quran ditemukan sekian banyak teguran-teguran Allah

kepada beliau, dari yang sangat tegas hingga yang lemah lembut

Perhatikan teguran firman Allah ketika beliau memberi izin

kepada beberapa orang munafik untuk tidak ikut berperang.

"Allah telah memaafkan kamu. Mengapa engkau mengizinkan

mereka? (Seharusnya izin itu engkau berikan) setelah terbukti

bagimu siapa yang berbohong dalam alasannya, dan siapa pula

yang berkata benar (QS Al-Tawbah [9]: 43)

Dalam ayat tersebut Allah mendahulukan penegasan bahwa beliau

telah dimaafkan, baru kemudian disebutkan "kekeliruannya."

Teguran keras baru akan diberikan kepada beliau terhadap

ucapan yang mengesankan bahwa beliau mengetahui secara pasti

orang yang diampuni Allah, dan yang akan disiksa-Nya, maupun

ketika beliau merasa dapat menetapkan siapa yang berhak

disiksa.

"Engkau tidak mempunyai sedikit urusan pun. (Apakah) Allah

menerima tobat mereka atau menyiksa mereka (QS Ali 'Imran [3]:

128).

Perhatikan teguran Allah dalam surat 'Abasa ayat 1-2 kepada

Nabi Muhammad Saw., yang tidak mau melayani orang buta yang

datang meminta untuk belajar pada saat Nabi Saw. sedang

melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh kaum musyrik di

Makkah

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah

datang seorang buta kepadanya..."

Teguran ini dikemukakan dengan rangkaian sepuluh ayat, dan

diakhiri dengan:

"Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran

Allah adalah suatu peringatan" (QS 'Abasa [80]: 11).

Nabi berpaling dan sekadar bermuka masam ketika seseorang

mengganggu konsentrasi dan pembicaraan serius pada saat rapat;

hakikatnya dapat dinilai sudah sangat baik bila dikerjakan

oleh manusia biasa. Namun karena Muhammad Saw. adalah manusia

pilihan, sikap dernikian itu dinilai kurang tepat, yang dalam

istilah Al-Quran disebut zanb (dosa).

Dalam hal ini ulama memperkenalkan kaidah: Hasanat al-abrar,

sayyiat al-muqarrabin, yang berarti "kebajikan-kebajikan yang

dilakukan oleh orang-orang baik, (dapat dinilai sebagai) dosa

(bila diperbuat oleh) orang-orang yang dekat kepada Tuhan.

Disadari sepenuhnya bahwa uraian tentang Nabi Muhammad Saw.

amat panjang, yang dapat diperoleh secara tersirat maupun

tersurat dalam Al-Quran, maupun dari sunnah, riwayat, dan

pandangan para pakar. Tidak mungkin seseorang dapat menjangkau

dan menguraikan seluruhnya, karena itu sungguh tepat

kesimpulan yang diberikan oleh penyair Al-Bushiri,

"Batas pengetahuan tentang beliau, hanya bahwa beliau adalah

seorang manusia, dan bahwa beliau adalah sebaik-baik makhluk

Allah seluruhnya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar